Friday, August 14, 2015



Nyalakanlah lilin daripada terus menunggu gelap. Lebih baik melakukan sedikit ketimbang menyalahkan keadaan”
            Kalimat motivasi itulah yang membuat hati saya tergerak ketika tahun 2012 silam mulai mendedikasikan diri untuk negeri tercinta ini, Indonesia. Program Sarjana Mendidik yang saya ikuti telah mengantarkan saya pada sebuah desa di pedalaman Pulau Flores. Sekolah tempat saya mengajar itu masih diwarnai dinding dan atap yang berlubang dimana-mana. Saat hujan turun saya beserta murid-murid disana harus menggeser kursi dan meja agar tak terkena air hujan dari atap yang bocor. Halaman sekolah pun berubah menjadi kubangan lumpur yang memaksa kami harus menggunakan sepatu boot atau bahkan telanjang kaki.
            Hingga tak terasa saya telah melewati ratusan hari bersama mereka, murid-murid dengan semangat baja untuk belajar di tengah keadaan yang seadaanya. Setahun menjalani kehidupan di sana yang memang berbeda adat dan keyakinan membuat saya begitu menghargai perbedaan. Kenangan yang saya rangkai pun pasti akan selalu melekat sepanjang hidup. Disaat libur mengajar tak jarang saya menyempatkan diri untuk menyambangi berbagai tempat indah di Flores seperti Labuan Bajo, Pulau Rinca, Pulau Komodo, Taman Laut 17 Pulau, Kampung Adat Bena, Danau Kelimutu, bahkan hingga Maumere.         
Bukit Wolobobo di Bajawa
Kampung Adat Bena, Bajawa
Danau Kelimutu, Ende
Pulau Rutong, Taman Laut 17 Pulau, Riung, Bajawa
Pulau Monyet dan Pulau Bajo, Labuan Bajo
Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, NTT
Satu tahun memang cukup lama untuk meninggalkan kampung halaman saya di Jawa, namun tak cukup untuk membuat perubahan drastis dengan keadaan di sekolah saya. Tetapi, setidaknya apa yang saya miliki bisa saya bagi agar memotivasi dan mengispirasi mereka untuk tak menyerah dengan keadaan. Bulan demi bulan yang saya lewati, terjalin persaudaraan dengan masyarakat di sana. Orang-orang yang mengganggap saya saudara dan berharap saya kembali untuk mereka kelak. Dan benar saja, ketika di akhir masa tugas dan saya akan kembali ke Jawa air mata itu tak terbendung lagi. Saya sudah menjadi bagian dari mereka, begitu pun mereka yang sudah menjadi bagian dari hidup saya. Mereka lah yang mengajarkan saya tentang kehidupan, kesederhanaan, dan kebersamaan. Sedih rasanya meninggalkan mereka. Hanya bisa berharap semoga saya bisa kembali ke Flores untuk mereka, yang telah memberi warna dalam kehidupan saya. Dan besar harapan saya di Hari Kemerdekaan Indonesia ke-70 ini, semoga terdapat perubahan di desa dan sekolah yang pernah menjadi tempat untuk saya belajar kehidupan.
Sepenggal perjalanan selama di Flores itu sukses memberi kenangan dengan ribuan cerita yang bisa saya bagikan untuk anak cucu kelak. Dan kini, Pantai Ora di Ambon pun membuat saya tak pernah berhenti untuk memimpikannya sebagai latar cerita saya berikutnya. Sepuluh September merupakan hari lahir saya, selalu saja berharap bisa mendapat kado indah mengunjungi Pantai Ora dengan tiket pesawat gratis dari Airpaz.com. Lautan kaca sebagai sebutan dari Pantai Ora yang membuat saya tergelitik untuk segera menyelami indahnya alam bawah laut di sana. Tak hanya itu, menikmati semburat merah yang hampir tenggelam dari resort apung pun akan jadi moment indah yang sayang untuk dilewatkan ketika di Pantai Ora
Pantai Ora, Ambon (Sumber: http://www.ilmitour.com)
Maskapai yang menuju ke Ambon ada GarudaIndonesia, Sriwijaya Air, Batik Air, dan Lion Air. Apapun maskapainya yang terpenting adalah tujuan dan menikmati perjalanan agar kelak membawa cerita baru ketika kembali. Semoga saja harapan itu nyata adanya. 
 

3 komentar:

  1. Terimakasih atas partisipasinya dalam Lomba Menulis Airpaz.com

    Semoga menang. :)

    Airpaz Team

    ReplyDelete
  2. nice post...semoga menang nih..

    ReplyDelete
  3. Airpaz Team : Ayok dong min, tulisanku menang. Hehehe . . .


    Ria : Terima kasih mba, doain deh . . .

    ReplyDelete

Dear Widha . . . . 2019 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template