Menikmati Secangkir “Kopi Ijo” di Tulungagung
“Secangkir kopi bisa habis,
tapi obrolan soal kopi tak habis-habis”
Kutipan tersebut selalu membuat saya
yakin bahwa secangkir kopi memang memiliki banyak cerita yang sayang untuk tak
diceritakan. Bahkan, bagi sebagian banyak orang kopi lah yang menjadi sumber
inspirasi. Negeri kita pun adalah surga kopi yang tak kalah saing kualitasnya dengan
kopi dari negara lain. Salah satu contohnya yaitu kopi luwak yang sudah
terkenal di seluruh belahan dunia.
Ilustrasi Biji Kopi |
Tak dipungkiri bahwa tradisi meminum
kopi di Indonesia sudah ada sejak jaman dahulu, salah satunya di kota
Tulungagung. Kota yang sebelumnya memang tak pernah ada dalam daftar kunjungan
saya pun akhirnya menuai cerita menarik. Setelah menuntut ilmu di Kampung Inggris Pare saya menyempatkan untuk bertemu
dengan seorang teman dari Tulungagung. Percakapan saya dengannya sudah
berbulan-bulan terjalin dengan baik. Maka tak heran jika dia berjanji akan membawa saya untuk menunjukkan
secuil surga yang ada di Tulungagung. Tak hanya pantai dan bukit cantik yang
disuguhkan ataupun kerajinan marmer yang banyak dijumpai disetiap sudut kota,
tetapi aroma kopinya pun berhasil saya nikmati bersama dinginnya malam.
Usai menjamah pantai selatan yang
menguras tenaga dan terbayar oleh keindahan luar biasa, malam harinya saya
sempatkan untuk menikmati kopi khas Tulungagung yaitu Kopi Ijo. Budaya meminum
kopi memang tak bisa dipisahkan oleh masyarakat Tulungagung. Oleh karena itu,
di Tulungagung banyak terdapat warung kopi yang menyediakan Kopi Ijo. Warung
kopi itulah yang menjadi tempat masyarakat untuk saling bersosialisasi.
Warung kopi yang terkenal sejak dahulu di
Tulungagung yaitu warung kopi Waris yang saat ini sudah diteruskan oleh
generasi Mbah Waris. Kopi Ijo sendiri terbuat dari kopi robusta dan kacang
hijau. Biji-biji kopi robusta tersebut tak hanya diambil dari kebun warga di
Tulungagung, tetapi juga didatangkan dari Mojo, Kediri. Pada jaman Mbah Waris, kopi
dan kacang hijau tersebut disangrai dan ditumbuk. Tetapi, pada jaman modern sekarang
ini pembuatan Kopi Ijo sudah digiling menggunakan mesin. Tak hanya warung kopi
Waris, ada juga warung kopi lain yang tumbuh menjamur disekitarnya.
Malam itu dingin begitu pekat, saya
mencicipi Kopi Ijo di Halte Café dekat alun-alun kota Tulungagung. Harga yang
ditawarkan untuk secangkir Kopi Ijo cukup murah yaitu tiga ribu rupiah. Sambil
menunggu kopi datang saya berbincang-bincang dengan teman tentang kopi di
Tulungagung. Masyarakat di sini memiliki kebiasaan yang unik dengan kopi yang
mereka minum. Ampas kopi yang biasanya akan diabaikan begitu saja, tetapi
masyarakat Tulungagung justru menggunakan ampas kopi untuk membatik rokok atau
sering disebut nyethe. Bahkan, bupati
Tulungagung sendiri membuat lomba nyethe
untuk warganya.
Kopi Ijo |
Akhirnya kopi pesanan saya datang setelah
menunggu beberapa menit. Secangkir Kopi Ijo yang menghangatkan saya dari
dinginnya malam. Dari aromanya saja sudah nikmat sekali apalagi rasanya. Tampilan
kopi dalam cangkir memang ada warna kehijauan, mungkin itu tumbukan kacang
hijaunya. Rasa dan aroma Kopi Ijo setelah dicicipi begitu nikmat dan gurih.
Jika biasanya kopi itu pahit, berbeda dengan Kopi Ijo yang memiliki rasa manis
di dalamnya. Rasa manis itu berasal dari tumbukan kacang hijau. Secangkir Kopi
Ijo inilah yang membuat malam saya menjadi hangat dengan obrolan soal kopi khas
Tulungagung bersama seorang teman. Apakah kalian sudah cukup penasaran dengan
aroma dan rasa Kopi Ijo? Jangan lupa mencicipi Kopi Ijo ketika mengunjungi Kota
Marmer yaa . . .
Facebook : Widha Kumalasari
Twitter : @WiedWiedha
Facebook : Widha Kumalasari
Twitter : @WiedWiedha