Barisan Kisah Bersamamu dan Gunung Prau
Puncak Gunung Prau |
Yang paling mahal dari suatu
perjalanan adalah kesempatan
Sepertinya benar bahwa kesempatan
itu sangat berharga. Buktinya meski sudah berkali-kali mengunjungi negeri di
atas awan bernama Dieng saya tetap saja belum berkesempatan naik Gunung Prau.
Gunung dengan ketinggian 2565 Mdpl tersebut begitu fenomenal dengan golden sunrise yang maha indah. Hal
itulah yang membuat saya ingin sekali ke sana.
Pada tahun baru 2016 lalu, saya dan
kekasih mungkin menjadi sebagian orang yang lebih memilih untuk tidur di kamar
masing-masing ketimbang merayakan pesta pergantian tahun. Namun, di hari kedua tahun
2016 kami justru melakukan perjalanan menuju Gunung Prau. Destinasi itulah yang
sudah lama menjadi incaran kami berdua.
Hari itu cuaca kian tak menentu,
mendung dan mulai ada rintik hujan. Tetapi, menjelang sore cuaca berubah
menjadi mendukung. Kami pun segera bersiap-siap melakukan perjalanan menuju
Dieng, Wonosobo. Peralatan pendakian sudah dipersiapkan dengan baik. Usai maghrib,
motor yang kami tumpangi segera melaju ke Kota Wonosobo dengan membawa carrier kami yang masing-masing berukuran
60 liter.
Motor melaju dengan cepat dan
melewati jalanan berkelok. Sesekali kami juga berhenti untuk mengisi bahan
bakar dan meneguk air minum. Setelah menghabiskan perjalanan selama hampir
empat jam akhirnya kami sampai di basecamp
Kali Lembu. Basecamp ini berada di Dusun Kali Lembu. Tak cukup lama
beristirahat, hanya memarkir motor dan membayar simaksi sebesar Rp 10.000 untuk
setiap orang. Setelah itu kami mengawali pendakian dengan berdoa. Ya, kurang
lebih jam sepuluh malam kami memulai perjalanan.
Malam itu hanya ada kami berdua di
sepanjang jalur pendakian. Kami berjalan membelah gelapnya malam di jalur
pendakian dengan santai sembari mengatur nafas. Menerangi jalan menuju puncak
dengan cahaya lampu senter. Carrier 60
liter yang kami bawa masing-masing tak seberapa berat, tapi untuk wanita
agaknya memang terasa sekali bebannya.
Sepanjang perjalanan, kami saling melempar
canda tawa dan obrolan di antara malam yang kian larut. Hingga tak terasa kurang dari dua jam kami
sampai di area camp yang lapang. Rupanya
sudah ada beberapa pendaki yang tiba di area camp lebih dulu. Sesegera mungkin kami bekerja sama memasang tenda
yang ternyata hanya memakan waktu kurang dari setengah jam.
Tak dipungkiri, lelah memang sudah
menghinggapi sekujur tubuh. Jalur pendakian yang dilalui memang tak begitu
menanjak. Namun, perjalanan dari Semarang hingga Dieng membuat badan cukup
letih. Usai mendirikan tenda, kami membuka bekal makanan yang dibeli saat
perjalanan. Berdua menikmati makan malam dengan menu ayam goreng dan lalapan,
sungguh nikmat sekali. Apalagi suasana langit yang berbintang dan kerlap kerlip
lampu kota di bawah sana menambah keindahan malam.
Usai makan, kami pun terlelap di dalam
kantong tidur masing-masing. Hembusan angin malam di gunung dan dinginnya cuaca
membuat kami menggigil dan terlelap hingga subuh menjelang.
Sayup-sayup terdengar langkah kaki beberapa
orang lewat untuk menuju puncak yang begitu dekat. Kami pun akhirnya terbangun
dan membuka pintu tenda.
“Selamat
pagi, kamu. Selamat pagi, Gunung Prau,” ucap saya lirih.
Terlihat
langit masih agak gelap dan matahari belum menampakkan cahayanya. Saya
bersiap-siap untuk keluar tenda. Tetesan embun yang terasa segar membasahi
bagian luar tenda. Hembusan udara pagi itu begitu sejuk.
Selamat pagi Gunung Prau |
Menanti matahari terbit |
Sunrise |
Kami berjalan beberapa langkah dari tenda,
menyapa para pendaki lain yang berada di sekitar. Yang kami lakukan seperti
sebuah ritual wajib dalam sebuah pendakian, menunggu semburat merah itu muncul
dari peraduannya. Siapa lagi jika bukan sunrise atau matahari terbit.
Lantas, sedikit demi sedikit semburat merah
itu mulai muncul. Bercampur awan tipis dan angin sepoi-sepoi di pagi hari. Bukit
dengan sebutan “bukit teletubies” terhampar luas dengan background matahari
terbit. Detik demi detik kemunculannya terabadikan dalam kamera digital yang
kami bawa. Indah sekali saat momen itu tiba. Tuhan begitu sempurna menciptakan
bumi, jadi sebisa mungkin nikmatilah dan syukuri semua keindahan itu.
Berdua di Puncak Gunung Prau |
Sisi lain dari puncak Gunung Prau |
Saat matahari mulai meninggi dan terik,
kami pun bersiap untuk turun. Sebelumnya kami sudah menyantap sarapan pagi
dengan menu yang sederhana, sesederhana cara kami menikmati semua perjalanan
ini. Menempuh jalur semalam yang dilalui selama kurang lebih satu jam menuju basecamp. Tak lama kemudian, kami
melajukan sepeda motor untuk kembali ke Semarang. Hidup akan serasa tak berarti
jika hanya berdiam diri, sesekali nikmati hari-hari yang tak bisa terulang
kembali. Harapan selanjutnya, semoga Tuhan membawa kami untuk berpetualang menjelajah
tanah Bali dengan tiket pesawat gratis dari Reservasi.com serta reservasi hotel
di website tersebut.
Artikel
ini telah mengantarkanku jadi pemenang kedua di lomba blog contributor
Reservasi http://blog.reservasi.com/pemenang-blog-contributor/