Sunday, May 10, 2015



       Banyak orang beranggapan rumput tetangga lebih hijau. Tetapi semua itu perlu pembuktian, tak sekedar opini tanpa fakta. Dan seusai dari Negeri Merah, Melaka, saya mengayunkan kaki untuk melangkah ke kota terakhir dalam perjalanan ini. Welcome to Kuala Lumpur . . .
          Hampir empat jam bus dari Melaka melaju kencang ke Kuala Lumpur, perjananan ini berakhir di Terminal Bersepadu Sentral (TBS). Kala itu pukul 9 malam, seperti berpacu dengan waktu yang tak ingin terjebak di jalanan sampai larut malam. Dengan menggunakan LRT akhirnya bisa tiba di Central Market, masih dilanjutkan mencari alamat hostel yang sudah dipesan. Ternyata hostel tersebut tak jauh dari stasiun Central Market atau Pasar Seni, Fernloft Hostel namanya. Bagi saya itu sangat murah, bayangkan dua malam menginap di situ hanya 42RM atau setara dengan 150 ribu rupiah. Setibanya di hostel pun langsung bersih diri dan istirahat, esok pagi pertualangan yang sesungguhnya sudah menanti.
Seusai sarapan, perjalanan bermula dari stasiun Central Market menuju Batu Caves yang ditempuh kurang lebih 45 menit menggunakan Rapid KL. Jika di sepanjang perjalanan mengalihkan pandangan keluar jendela rasanya negeri ini tak jauh berbeda dengan tanah kelahiran. Memang dalam beberapa hal negeri ini jauh lebih baik. Ahh lupakan . . . Batu caves merupakan goa yang sangat besar dengan patung yang super besar pula, biasanya digunakan untuk sembahyang orang-orang India. Uniknya, objek wisata di negara ini banyak yang gratis, jadi cukup menghemat cost. Di tempat ini pula harus melewati ratusan anak tangga yang cukup tinggi. Alangkah baiknya tidak memaksakan diri jika tidak kuat.
                                      
Batu Caves dengan Ratusan Anak Tangga
Menikmati udara Batu Caves rasanya tak cukup membuat puas. Lekaslah berbalik arah menuju Kuala Lumpur, menara kembar Petronas yang cukup fenomenal sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sekali lagi untuk menuju ke sini itu free dengan menggunakan bus GO KL.
Menara Petronas
Kuala Lumpur tak hanya city tour saja, wajib mencicipi wisata kuliner dan wisata belanja juga. Kala itu sempat mencicipi lezatnya masakan Arab dan India di salah satu restoran dekat Central Market, soal rasa tak diragukan lagi.
                                       
Roti Canai khas India dan Teh Tarik
Untuk urusan belanja bisa di Chinatown atau bisa juga di Central Market, tapi bersiaplah miris karena barang yang dijual mirip sekali di Malioboro Jogja. Untungnya, saya bukan tipe orang yang kelabakan karena belanja. Lelah seharian menyusuri sudut kota Kuala Lumpur. Malam pun saya habiskan untuk berkumpul dengan teman-teman Couchsurfing Kuala Lumpur yang kebetulan sedang merayakan ulang tahun. Disana saya bisa berkenalan dengan teman-teman backpacker dari berbagai negara yang kebetulan tinggal atau sedang melancong ke Kuala Lumpur.
                                                 
Bersama teman Couchsurfing Kuala Lumpur
Merayakan Ulang Tahun Couchsurfing Kuala Lumpur
          Tak hanya sampai kehebohan malam sebelumnya, pagi pun berlanjut menyusuri kota sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan Kuala Lumpur. Bus GO KL mengantarkan saya menyusuri jalanan di kawasan Dataran Merdeka. Ada Kuala Lumpur City Galery dengan landmark “I Love KL” yang khas dan Masjid Jamek dengan kesuciannya yang mewajibkan pengunjung memakai jilbab bagi yang muslim serta jubah bagi yang non muslim.
                                                 
Masjid Jamek
Kuala Lumpur City Galeri dengan Landmark "I Love KL"
          Finally, waktu memang terasa sangat cepat berlalu hingga saya harus kembali ke Indonesia. Kota ini begitu berkesan dengan sejuta kenangan yang mungkin suatu saat nanti akan saya rindukan. Ya, pada dasarnya bukankah ini yang kita cari? Perjalanan yang menuai kenangan indah pasti tak akan pernah terbeli dengan materi. Jadi, teruslah menapaki sebagian bumi ini biar kita tahu makna esensial dari sebuah perjalanan.Salam hangat dari Kuala Lumpur . . .

Dear Widha . . . . 2019 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template