Sunday, February 9, 2014


Brummm....brumm....Suara gas motor yang berderu keras. Yah...weeekend kali ini saya dan ketiga teman saya akan mencoba touring dari Bajawa ke Ende. Oiya, dalam waktu setahun terakhir ini saya memang tinggal di sini, tepatnya di desa Kurubhoko, Kabupaten Ngada. Baiklah waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Dengan menggunakan dua motor dan berboncengan, kami pun berangkat menuju Ende. Tak lupa membawa perbekalan makanan dan minuman untuk beristirahat di perjalanan.
            Ini merupakan kali pertama saya berkunjung ke Ende. Saya merasakan seperti orang ‘kesetanan’ melihat pemandangan yang begitu indah di sepanjang perjalanan. Satu kata, speechless! Tak bisa berkata-kata lagi dengan indahnya bumi Flores. Hingga sampailah kami di salah satu pantai sebelum memasuki kota Ende. Ada karang berwarna dari kejauhan itulah yang membuat saya memaksa ketiga teman saya untuk berhenti sejenak di pantai itu. Penasaran kan seperti apa? Ini dia pantainya . . .
                                                              
Pantai Ende



  

            Hari sudah hampir sore, sudah dulu ya foto-fotonya kawan. Mari makan, perut seakan sudah berdendang sejak siang tetapi lupa karena keasyikan foto. Usai makan siang yang sangat telat akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan ke jalur Ende – Maumere. Ahhh . . . lagi – lagi terpukau dengan keindahannya. Ngelus dada, kalau mau foto terus kapan sampainya. Lanjut yuukk . . . Detusoko dan Moni pun terlewatkan. Lho, Danau Kelimutu kan di Moni? Koq lewat begitu saja sih. Kami akan bermalam di salah satu tempat tinggal teman saya di Wolowaru. Alasannya klasik, demi menghemat uang saku untuk menginap. Kalau mau menginap di Moni juga bisa, tetapi siapkan kocek minimal 150 ribu per malam. Hari pun sudah mulai gelap dan malam disini jalanan sungguh mengerikan, karena di sana sini jurang menganga, tak ada lampu penerangan jalan, mengantuk sedikit habislah kami. Tepat pukul 8 malam waktu Indonesia bagian Wolowaru akhirnya saya dan ketiga teman saya sampai di rumah teman dengan selamat. Kami pun langsung bersih diri setelah itu ngobrol santai sambil makan malam dengan menu seadanya yang penting kenyang. Alhamdulillahh ya kata mbak Syahrini. Sepertinya semua orang sudah lelah dan mengantuk, akhirnya kami pun tidur. Yang perempuan di kamar, yang laki-laki tidur dengan karpet. Aduhh kasian e . . .
            Sepertinya yang paling tidak sabar itu saya, gundah gulana dan susah tidur. Rasanya ingin segera pagi dan melihat sang surya keluar dari peraduannya. Akhirnya jam 4 juga, bergegas bangun, membangunkan teman-teman dan mandi pagi. Brrr . . . dingin sekali, tapi lebih dingin kota Bajawa. Pukul 04.30 kami pun berpamitan dan langsung menuju ke Danau Kelimutu. Dari Wolowaru menuju gerbang Danau Kelimutu ternyata masih lumayan jauh. Alhasil sampai sana hampir jam 6 pagi, terpaksa foto sunrise di jalan. Tetapi, indahnya tak tergantikan meskipun agak sedikit kecewa.
Sunrise Kelimutu
Inilah kami berempat, sang pemburu matahari terbit. Sampai lupa juga saya memperkenalkan teman-teman saya.
Dari kiri ke kanan : Gerang, Fulan, Widha, Adrian
            Usai foto-foto kami urus tiket masuk, hanya 8 ribu rupiah per orang ditambah 5 ribu rupiah untuk satu kamera. Dari gerbang atau tugu selamat datang masih harus memacu sepeda motor cukup jauh kurang lebih 15 menit. Setelah sampai di tempat parkir kendaraan kami pun wajib tracking ke puncak Kelimutu, karena tidak ada jalan lain selain tracking. Untuk mencapai puncak Gunung Kelimutu harus berjalan kaki kurang lebih satu jam, kalau lari kurang dari setengah jam sudah sampai.
Sebelum mengunjungi danau ini kami sudah mendengar berbagai mitos yang beredar di masyarakat Flores, khususnya Ende. Mitos yang pertama saya dengar adalah bagi yang merasa anak semata wayang dan anak perempuan satu-satunya jangan pergi ke danau ini seorang diri. Kabarnya jika mengunjungi danau ini sendirian akan hilang, entah sebab apa yang kurang bisa dijelaskan dengan akal. Tetapi, masyarakat disini menguatkan mitos ini bahwa banyak turis yang pergi ke danau sendiri dan dikabarkan hilang. Mengenai kebenarannya saya tidak tahu, karena saya belum mau dinyatakan hilang di danau itu. Mitos kedua, cobalah menaiki tangga menuju puncak secara bersamaan dan hitunglah jumlah tangga bersama-sama kalau perlu keras-keras agar tidak lupa, maka sampai puncak hasilnya akan berbeda. Penasaran saya dengan mitos ini semakin kuat. Mau bukti? Saya membuktikannya dengan teman saya Adrianus Kota, dan hasilnya sungguh mengagumkan, berbeda. Entah apa yang ada di otak kita masing-masing saat itu, saya pun heran. Finally, sampai puncak dengan napas tersendat-sendat. Ada mama yang berjualan kopi hitam, mari menikmati segelas kopi Flores dengan 5 ribu rupiah saja sambil beristirahat.


Puncak Kelimutu


Di puncak Danau Kelimutu dengan ketinggian sekitar 1640 meter di atas permukaan laut terhampar 3 danau yang berbeda warnanya. Angin pagi yang berhembus begitu sejuk, lelah terbayar lunas dengan pemandangan indah maha karya terbaik Tuhan. Seraya menikmati pemandangan sekitar, saya mengabadikan dan membaca sebuah tulisan mengenai “Perubahan Alam, Kepercayaan Abadi”. Ini fotonya . . .
                                                         


Masih kurang jelas dengan tulisan itu? Ini bunyinya . . .
“Masyarakat percaya bahwa jiwa/arwah akan datang ke Kelimutu setelah seseorang meninggal dunia. Jiwanya atau Ma’E meninggalkan kampungnya dan tinggal di Kelimutu untuk selama-lamanya. Sebelum masuk ke dalam salah satu danau/kawah, para arwah itu terlebih dahulu menghadap Konde Ratu selaku penjaga di pintu masuk Perekonde. Arwah tersebut masuk ke salah satu danau/kawah yang ada tergantung usia dan perbuatannya. Ketiga danau/kawah bagaikan dicat berwarna. Warna airnya berubah-ubah tanpa ada tanda alami sebelumnya. Mineral yang terlarut di dalam air menyebabkan warna air yang tidak dapat diduga sebelumnya. Suasana Kelimutu bervariasi , tidak hanya perbedaan dan perubahan warna danau, akan tetapi juga karena cuaca. Tidaklah aneh jika tempat yang keramat ini menjadi legenda yang sejak lama berlangsung turun-temurun. Masyarakat setempat percaya bahwa tempat ini adalah sakral. Hormatilah tempat khusus ini dengan tidak merusak atau mengotori dan tetaplah berada di jalan setapak yang ditentukan”

            Satu persatu kami menyambangi ketiga danau itu. Danau pertama yang berwarna hijau kebiruan disebut Tiwu Nua Muri Ko’o Fai yang berarti danau arwah muda-mudi. Danau ini merupakan tempat arwah orang yang masih muda bersemayam setelah meninggal. Biasanya pengunjung banyak yang duduk di tepi danau ini, karena memang jauh dari kesan angker. Tetapi, tetap harus berhati-hati ya karena tanah di sekitar danau yang labil.
Tiwu Nua Muri Ko'o Fai





Danau berikutnya yang berwarna hitam merupakan Tiwu Ata Mbupu  artinya danau arwah orang tua. Arwah orang yang sudah tua akan kembali ke danau ini. Kesan saat melihat danau ini memang terasa biasa saja, tenang dan tak ada kesan mistis seperti halnya orang tua.

Tiwu Ata Mbupu


Danau terakhir yang kami kunjungi adalah Tiwu Ata Polo merupakan danau arwah tukang tenung atau orang jahat. Orang-orang yang semasa hidupnya berbuat kejahatan maka arwahnya akan berada di sini. Di tepi danau ini ada papan bertuliskan jangan menaiki pagar, tetapi saya ngeyel. Hampir saja saya jatuh ke danau saat menaiki pagar, seperti ada angin kencang yang mau menjerumuskan saya ke sana. Untung ada teman-teman yang membantu dan memperingatkan bahwa di danau ini memang terkesan angker, seperti ada roh jahad yang menarik masuk ke danau.
Tiwu Ata Polo


Di danau yang terakhir ini terdapat papan tulisan yang berjudul “Riwayat Terbentuknya Danau Kelimutu”                               
Masih belum jelas dengan foto itu? Mari berkunjung ke Danau Kelimutu untuk membaca riwayat terbentuknya Danau Kelimutu, indahnya luar biasa dan sensasi mistisnya juga terasa.      
Pukul 08.00 WITA kabut sudah mulai turun, sebentar lagi danau akan diselimuti kabut. Akhirnya kami pun turun, tidak lupa mengabadikan foto hamparan vegetasi di Taman Nasional Kelimutu.



Sesampainya di pelataran parkir kami tak melihat ada warung makan, hanya ada warung kopi saja. Kami pun turun ke kota Ende, memacu sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Tiba di Ende kami langsung mengisi perut yang keroncongan dari tadi pagi, setelah itu kami kembali memacu motor sampai Bajawa. Pukul 18.00 WITA kami pun sampai di Bajawa. Lelah dengan perjalanan semakin tidak terasa ketika perasaan senang menyelimuti. Pertualangan kami kali ini begitu menyenangkan. Memang, berkeliling Flores rasanya tidak puas jika belum mengunjungi Danau Kelimutu yang merupakan salah satu icon dari pariwisata di NTT. So, kalian wajib mengunjunginya, dijamin tidak menyesal.  

Dear Widha . . . . 2019 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template