Nuansa Kampung Adat Bena Yang Tak Terlupakan
Weekend kali ini sebenernya tidak ada
rencana untuk jalan-jalan. Hanya karena ingat perkataan ibu saya melalui
sambungan telepon “Jangan melewatkan jalan-jalan yang begitu indah di Flores”
muncullah ide untuk berkunjung ke Kampung Adat Bena. Akhirnya berangkatlah saya
ke Kampung Adat Bena, diantar seorang teman yang juga tetangga rumah saat
tinggal di Bajawa, Ngada, Flores. Hanya sejam perjalanan untuk menuju kampung
adat itu.
Bukan di Flores namanya jika jalan tak berkelok-kelok, pemandangannya luar
biasa indah. Sesampai di sana sekilas sepi pengunjung. Ketika saya tiba hanya
ada seorang pengunjung yang berasal dari Inggris. Sempat berbincang sedikit
dengan orang Inggris itu tentang kampung adat Bena, yahh meskipun bahasa
inggris saya agak belepotan. Sayang, di sana tidak ada guide yang bisa
menjelaskan tentang sejarah kampung adat itu. Untuk memasuki kampung ini
pengunjung hanya diwajibkan untuk mengisi buku tamu dan memasukkan uang
seikhlasnya ke dalam kotak. Kaya di masjid aja ya...
|
Kampung Adat Bena |
|
Let’s
go...saatnya berkeliling Kampung Adat Bena. Luasnya memang tak seberapa, hanya
beberapa rumah adat yang bisa dihitung jari. Tetapi kata ketua adat, kampung
tersebut merupakan satu-satunya kampung adat yang masih asli di Kabupaten Ngada,
khususnya Bajawa. Yang paling menarik dari kampung ini adalah bangunan rumah
adat yang masih asli dan adanya punden berundak serta batu megaliticum. Ada apa
lagi di sana? Ada kuburan leluhur dan ketua adat yang terdahulu juga. Kampung
adat ini berada di lereng gunung Inerie, viewnya sangat indah untuk berfoto ria
dengan background gunung Inerie.
|
Suasana Kampung Adat Bena |
Di kampung ini kita tidak akan melihat
ada kabel listrik menjulur di atas rumah. Itulah yang menjadi ciri bahwa
kampung adat ini masih asli. Puas berfoto-foto di rumah adat, saya pun menuju
sebuah batu besar yang merupakan tebing tinggi. Subhanallah....pemandangan itu
indah sekali, karya Tuhan yang tak tertandingi. Dari tebing itu saya melihat
hamparan bukit-bukit yang menjulang dan gunung Inerie yang berdiri kokoh. Angin
yang berhembus begitu menyejukkan dan udara begitu dingin. Saya semakin jatuh
cinta dengan keindahan Flores.
|
View of Gn. Inerie |
Ehh...tiba-tiba pas mau pulang
seorang bapak-bapak memanggil. Ada banyak kerumunan warga kampung adat itu
sedang ‘nalo’ artinya makan bersama di depan rumah adat. Saya pun menghampiri
mereka dan berkenalan satu per satu dengan mereka, termasuk sang ketua adat.
Mungkin karena pengunjung lokal hanya saya ya jadi mereka ajak makan,
hehehe.... Duhhh, ini makanan apa coba? Ada ikan rebus (mungkin cuma dikasih
garam aja ya), ada singkong yang direbus sama daun pepaya, dan minumnya moke
putih (ini saya tau dan pernah minum). Tidak ada nasi di makanan itu, kebayang
ga sih rasanya kaya apa. Antara amis rebusan ikan, pahit daun pepaya campur
jadi satu di lidah. Dalam hati saya pengen muntah karena belum pernah makan
makanan seperti itu sebelumnya, tapi jangan kecewakan niat baik mereka ya ajak
saya makan. Sambil makan dan bercerita banyak A to Z tentang Kampung Adat Bena,
termasuk sejarahnya dan hanya sedikit yang saya mengerti. Hahaha.... Oke lah
yang penting bisa tertawa dan bercengkerama dengan mereka. Oiya, kata pak Ketua
Adat biasanya sekitar tanggal 27 – 31 Desember ada upacara adat di kampung ini.
Upacara adat ini bermaksud untuk mensyukuri hasil bumi yang telah di dapatkan
selama satu tahun.
|
Suasana Nalo Bersama Warga Kampung Adat Bena |
Segitu aja sih cerita saya di
kampung adat Bena. Pas mau pulang cuma di ajakin nanjak gunung Inerie. Liat
gunung dan mikir ternyata tuh gunung lancip banget. Hahahaa... Kapan – kapan
kalo banyak waktu yaa. Cuzz pulang dehh..... Kalo lagi ke Bajawa jangan lupa
mampir ya, salam hangat buat Kampung Adat Bena dari saya :D