Wednesday, December 18, 2013


Weekend kali ini sebenernya tidak ada rencana untuk jalan-jalan. Hanya karena ingat perkataan ibu saya melalui sambungan telepon “Jangan melewatkan jalan-jalan yang begitu indah di Flores” muncullah ide untuk berkunjung ke Kampung Adat Bena. Akhirnya berangkatlah saya ke Kampung Adat Bena, diantar seorang teman yang juga tetangga rumah saat tinggal di Bajawa, Ngada, Flores. Hanya sejam perjalanan untuk menuju kampung adat itu.
            Bukan di Flores namanya jika jalan tak berkelok-kelok, pemandangannya luar biasa indah. Sesampai di sana sekilas sepi pengunjung. Ketika saya tiba hanya ada seorang pengunjung yang berasal dari Inggris. Sempat berbincang sedikit dengan orang Inggris itu tentang kampung adat Bena, yahh meskipun bahasa inggris saya agak belepotan. Sayang, di sana tidak ada guide yang bisa menjelaskan tentang sejarah kampung adat itu. Untuk memasuki kampung ini pengunjung hanya diwajibkan untuk mengisi buku tamu dan memasukkan uang seikhlasnya ke dalam kotak. Kaya di masjid aja ya...


Kampung Adat Bena
             
Let’s go...saatnya berkeliling Kampung Adat Bena. Luasnya memang tak seberapa, hanya beberapa rumah adat yang bisa dihitung jari. Tetapi kata ketua adat, kampung tersebut merupakan satu-satunya kampung adat yang masih asli di Kabupaten Ngada, khususnya Bajawa. Yang paling menarik dari kampung ini adalah bangunan rumah adat yang masih asli dan adanya punden berundak serta batu megaliticum. Ada apa lagi di sana? Ada kuburan leluhur dan ketua adat yang terdahulu juga. Kampung adat ini berada di lereng gunung Inerie, viewnya sangat indah untuk berfoto ria dengan background gunung Inerie.  
              

Suasana Kampung Adat Bena

Di kampung ini kita tidak akan melihat ada kabel listrik menjulur di atas rumah. Itulah yang menjadi ciri bahwa kampung adat ini masih asli. Puas berfoto-foto di rumah adat, saya pun menuju sebuah batu besar yang merupakan tebing tinggi. Subhanallah....pemandangan itu indah sekali, karya Tuhan yang tak tertandingi. Dari tebing itu saya melihat hamparan bukit-bukit yang menjulang dan gunung Inerie yang berdiri kokoh. Angin yang berhembus begitu menyejukkan dan udara begitu dingin. Saya semakin jatuh cinta dengan keindahan Flores. 

View of Gn. Inerie
Ehh...tiba-tiba pas mau pulang seorang bapak-bapak memanggil. Ada banyak kerumunan warga kampung adat itu sedang ‘nalo’ artinya makan bersama di depan rumah adat. Saya pun menghampiri mereka dan berkenalan satu per satu dengan mereka, termasuk sang ketua adat. Mungkin karena pengunjung lokal hanya saya ya jadi mereka ajak makan, hehehe.... Duhhh, ini makanan apa coba? Ada ikan rebus (mungkin cuma dikasih garam aja ya), ada singkong yang direbus sama daun pepaya, dan minumnya moke putih (ini saya tau dan pernah minum). Tidak ada nasi di makanan itu, kebayang ga sih rasanya kaya apa. Antara amis rebusan ikan, pahit daun pepaya campur jadi satu di lidah. Dalam hati saya pengen muntah karena belum pernah makan makanan seperti itu sebelumnya, tapi jangan kecewakan niat baik mereka ya ajak saya makan. Sambil makan dan bercerita banyak A to Z tentang Kampung Adat Bena, termasuk sejarahnya dan hanya sedikit yang saya mengerti. Hahaha.... Oke lah yang penting bisa tertawa dan bercengkerama dengan mereka. Oiya, kata pak Ketua Adat biasanya sekitar tanggal 27 – 31 Desember ada upacara adat di kampung ini. Upacara adat ini bermaksud untuk mensyukuri hasil bumi yang telah di dapatkan selama satu tahun.

Suasana Nalo Bersama Warga Kampung Adat Bena
Segitu aja sih cerita saya di kampung adat Bena. Pas mau pulang cuma di ajakin nanjak gunung Inerie. Liat gunung dan mikir ternyata tuh gunung lancip banget. Hahahaa... Kapan – kapan kalo banyak waktu yaa. Cuzz pulang dehh..... Kalo lagi ke Bajawa jangan lupa mampir ya, salam hangat buat Kampung Adat Bena dari saya :D

Dear Widha . . . . 2019 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template